Mungkin pada zaman dahulu, resiko yang harus ditanggung oleh para pemimpin tidak begitu besar. Pemimpin kharismatik, biasanya dihormati, dicintai dan lebih dari itu kadang juga ditakuti. Mereka yang dipimpin mengikuti apa saja yang menjadi ajakan, perintah, dan bahkan juga menerima hukuman jika yang bersangkutan melakukan kesalahan.
Para pemimpin pada saat sekarang ini, tampaknya tidak sebagaimana pemimpin zaman dahulu itu. Pada zaman demokrasi seperti sekarang ini, para pemimpin dituntut secara terbuka agar menjalankan tugas sebaik-baiknya. Pemimpin kadang dianggap bagaikan seorang sopir kendaraan umum, harus mengikuti kemauan penumpang. Jika para penumpang tidak puas, karena merasa sudah mengeluarkan ongkos, jika tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka mereka akan memprotes dan bahkan juga kalau perlu mendemo sopir.
Pada zaman dulu, rakyat terhadap RT saja tidak berani. Berbalik dengan itu, pada saat sekarang ini, jangankan RT apaan, kepala desa atau camat, bahkan bupati, wali kota, gubernur, pejabat tingkat menteri, jika mereka dianggap salah dalam menjalankan tugasnya, akan diprotes, didemo. Fenomena yang masih hangat-hangatnya sekarang ini, keputusan presiden dalam mengangkat para anggota kabinetnya, tidak luput mendapatkan kritik dari sana-sini. Padahal secara konstitusional, memilih dan mengangkat para menteri, adalah hak sepenuhnya Presiden. Bisa dibayangkan, alangkah beratnya menjadi Kepala Negara jika harus memenuhi seruluh keinginan masyarakat yang dipimpinnya. Apalagi yang marak kali ini kasusnya Nurdin Halid Ketua Umum PSSI, dalam hal ini kepemimpinannya selama 2 periode dipertanyakan para penggila bola se Tanah Air. Selama dia memimpin belum pernah atau bisa dibilang tidak pernah memiliki atau membawa TIMNAS kita berprestasi lebih baik. Mantan napi ini malah semakin menjadi-jadi ingin mempertahankan kekuasaannya di lembaga indepen ini (PSSI). Tapi jangan khawatir bangsa Indonesia khususnya para gibol, akan merasa lega karena “PSSI”nya Dunia (FIFA), telah memerintahkan kepada PSSI untuk melakukan reformasi dengan melaksanakan konggres luar biasa dengan catatan mengganti seluruh jajaran pimpinan PSSI, selain itu Nurdin Halid tidak diperbolehkan maju kembali dalam bursa calon Ketua PSSI. Itulah gambaran sekilah tentang beratnya menjadi seorang pemimpin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar