Minggu, 29 Mei 2011

Pengelolaan Kelompok

Setiap individu dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang melekat di dalamnya memiliki sejumlah kebutuhan dan tujuan. Untuk mewujudkan kebutuhan dan tujuan yang diinginkan tidak jarang membutuhkan bantuan dan kerja sama dengan individu lain, sehingga terbentuklah kelompok. Dalam perkembangan selanjutnya beberapa kelompok membentuk kelompok yang lebih besar dan dikenal dengan sebutan organisasi. Setiap individu diyakini memiliki potensi konflik. Dengan demikian salah satu karakteristik yang menonjol dari suatu kelompok adalah sering munculnya konflik antar individu dalam kelompok tersebut, dan pada tahapan berikutnya bisa memicu munculnya konflik dengan kelompok lain dan konflik antar kelompok dalam organisasi.


Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu perbedaan pendapat di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda, dimana masing-masing pihak berupaya untuk memenangkan kepentingan atau pandangannya. Sedangkan menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk interaksi perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya bisa berupa ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian. Dalam sebuah organisasi, terlalu banyak atau terlalu sedikit konflik akan merugikan bagi organisasi tersebut. Konflik yang terlalu banyak akan menimbulkan perasaan negatif yang kuat, mengabaikan saling ketergantungan, dan eskalasi tindakan agresif yang tidak terkontrol, serta tindakan balasan. Sedangkan terlalu sedikitnya konflik akan menghilangkan informasi kritis bagi keharmonisan atau pengembangan organisasi lebih lanjut. Tugas dari manajer adalah mengelola konflik agar tercapai level yang sedang atau moderat agar bisa memberikan energi yang besar, keterlibatan yang tinggi, pertukaran informasi, dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Menurut pandangan modern, konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam organisasi.
Konflik antar kelompok dapat menjadi kekuatan positif dan negatif bagi pencapaian tujuan oganisasi. Manajemen tidak perlu berjuang untuk menghilangkan setiap konflik yang terjadi, tetapi konflik yang bersifat negatif dan menimbulkan dampak/gangguan terhadap pencapaian tujuan organisasi harus diminimumkan. Tetapi isu yang paling mendasar dan terpenting bukanlah pada makna dari konflik itu sendiri tetapi bagaimana cara mengelola konflik agar membantu efektifitas organisasi. Pandangan Terhadap Konflik Konflik dapat dipandang dari dua sudut pandang, yaitu pandangan tradisional maupun pandangan kontemporer (Myers : 1993) atau pandangan manajemen tradisional maupun manajemen modern (Anderson : 1988). Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Organisasi yang baik adalah organisasi tanpa konflik. Pandangan ini juga melihat bahwa konflik terjadi akibat kesalahan manajemen, misalnya kesenjangan saling percaya dan intensitas komunikasi antar kelompok yang rendah. Sebaliknya menurut pandangan modern, konflik adalah sesuatu yang tidak bias dihindari sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Permasalahannya, bukan bagaimana menghilangkan konflik, tetapi bagaimana menangani konflik agar tidak merusak hubungan antar pribadi/kelompok dan tujuan organisasi. Konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja organisasi jika memang dikelola dengan baik. Organisasi yang baik justru di dalamnya ada konflik-konflik yang dapat mendorong/ merangsang pekerja untuk meraih prestasi yang lebih baik. Umstot (1984) memandang konflik dari perspektif lain, yaitu dilihat dari latar belakang munculnya konflik. Dia menyebutkan bahwa terdapat dua tipe utama konflik, yaitu konflik yang bersifat substantif dan konflik yang bersifat emosional. Konflik substantif adalah pertentangan yang terjadi karena ketidakpuasan terhadap kebijakan, praktek manajerial, pertentangan peran dan tanggung jawab. Sedangkan konflik emosional terjadi karena rasa takut, penolakan, kemarahan, dan ketidak-percayaan. Lebih lanjut menurut Umstot (1984), biasanya konflik substantif muncul terlebih dahulu disbanding konflik emosional atau konflik substantive dianggap sebagai pemicu munculnya konflik emosional. Bentuk dan Proses Konflik Menurut Myer (1992), terdapat tiga bentuk konflik dalam organisasi, yaitu : 1) konflik 22 USAHAWAN NO. 09 TH XXIX SEPTEMBER 2000 pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan keinginannya dengan apa yang dia hadapi atau dia perolah, 2) konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan 3) konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-kelompok dalam organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan “keakuan kelompoknya” dan membandingkan dengan kelompok lain, dan mereka menganggap bahwa kelompok lain menghalangi pencapaian tujuan atau harapan-harapannya.Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian konflik-konflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan melibatkan kelompokkelompok dalam organisasi. Umstot (1984) menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah siklus yang melibatkan elemen-elemen : 1) elemen isu , 2) perilaku sebagai respon dari isu-isu yang muncul, 3) akibat-akibat, dan 4) peristiwa-peristiwa pemicu. Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah :
1) perubahan lingkungan eksternal,
2) perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan
3) perkembangan teknologi
4) pencapaian tujuan organisasi
5) struktur organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar